BAB I
PENDAHULUAN
Bahan pakan merupakan
suatu bahan yang dapat dimakan, disukai, dan dapat dicerna sebagian atau
seluruhnya, dapat diabsorbsi, bermanfaat bagi ternak dan tidak mengganggu
kesehatan ternak tersebut. Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia , menuntut tercukupinya
kebutuhan akan pangan sehingga menyebabkan sebagian lahan yang digunakan untuk
hijauan makanan ternak dimanfaatkan untuk budidaya tanaman pangan dan pemukiman
penduduk. Berkurangnya lahan hijauan dan pakan ternak berakibat pada menurunnya
kualitas, kuantitas dan kontinyuitas pakan hijauan yang dibutuhkan ternak.
Pakan dapat didefinisikan sebagai
pakan bagi hewan herbivora, biasanya dengan konsentrat seperti biji-bijian yang
memiliki kecernaan yang tinggi. Tumbuh-tumbuhan pakan biasanya terdapat di
tempat liar, tetapi biasanya lebih banyak dijumpai di padang-padang rumput, di
perkebunan dengan tanaman keras atau di tempat-tempat terbuka, di dalam dan di
dekat hutan dan sepanjang jalanan, pematang sawah dan saluran-saluran air. Pada
waktu musim penghujan ketersediaannya sangat melimpah sedang pada musim kemarau
terjadi kekurangan. Hal itu tentu saja akan berpengaruh terhadap produksi
ternak.
Praktikum ini bertujuan
untuk mengetahui fraksi-fraksi yang terkandung di dalam sebuah bahan pakan
yaitu dengan menggunakan analisis proksimat. Fraksi-fraksi yang diperoleh yaitu
kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan kadar ETN. Setelah
diketahui fraksi-fraksi di dalamnya, maka dapat ditentukan pula kelas dari bahan
pakan tersebut. Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum dilaksanakan supaya
praktikan mengenal berbagai macam bahan pakan yang mendukung keberhasilan suatu
usaha peternakan.
Zat yang ada di dalam
pakan terdiri atas zat-zat kimia yang bertujuan untuk mendukung kehidupan suatu
organisme disebut nutrien. Nutrien inilah yang diperlukan oleh ternak sehingga
sesuai dengan umur, ukuran, jenis dan tingkat produktivitas suatu ternak
sehingga terpenuhi kebutuhan akan nutrien. Di samping
konsentrat, ternak juga memerlukan pakan berupa hijauan. Hijauan adalah bagian
dari tanaman rumput atau legum yang mengandung 18% serat kasar dalam bahan
kering yang digunakan sebagai bahan makanan ternak. Istilah ini biasanya
digunakan bagi bahan yang berasal dari tanaman sebagai hijauan pandangan, hay
silase, dan bahan makanan hijauan yang dicacah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bahan
Pakan
Pakan adalah segala sesuatu yang
dapat dimakan oleh ternak dalam bentuk dapat dicerna sebagian atau seluruhnya
dengan tidak mengganggu kesehatan pemakannya (Lubis, 1992). Pakan ternak
ruminansia pada dasarnya terdapat dua golongan yaitu hijauan dan konsentrat.
Hijauan adalah pakan yang mengandung serat kasar tinggi sedang konsentrat
mempunyai kadar serat yang lebih rendah namun mudah dicerna, mengandung protein
yang tinggi sehingga nilai gizinya lebih tinggi dibandingkan dengan hijauan (Tillman
et al., 1998).
Hijauan.
Makanan hijauan atau hijau-hijauan adalah bahan makanan dalam bentuk
daun-daunan kadang masih bercampur dengan batang, ranting, serta
kembang-kembangnya, umumnya berasal dari tanaman sebangsa rumput yang diberikan
kepada ternak dalam keadaan masih segar, warna masih hijau dan masih banyak
mengandung air yaitu rata-rata 70-80 % air, sisanya yang 20-30 % adalah bahan
kering (Anonim, 1999),. Hijauan
itu ialah semua bahan makanan yang berasal dari tanaman dalam bentuk
daun-daunan. Termasuk kelompok makanan hijauan ini ialah bangsa rumput
(graminea), leguminosa, dan hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain seperti daun
nangka, aur, daun waru, dan lain sebagainya (Hartadi et al.,1997)
Kelompok makanan hijauan
ini biasanya disebut makanan kasar. Hijauan sebagai bahan makanan ternak bisa
diberikan dalam dua macam bentuk yaitu hijauan segar dan kering. Hijauan segar
ialah makanan yang berasal dari hijauan yang diberikan dalam bentuk segar,
termasuk hijauan segar ialah rumput segar, leguminosa segar, dan silase.
Hijauan kering ialah makanan yang berasal dari hijauan yang sengaja dikeringkan
(hay) ataupun jerami kering (Aak,
1990). Hartadi et al. (1997)
mengemukakan bahwa hijauan adalah bagian dari tanaman rumput dan legum yang
mengandung 18% serat kasar dalam bahan kering yang digunakan sebagai bahan
pakan ternak.
Gliricidia maculata. Legum
mengandung NDF (Neutral Detergent Fiber)
yang lebih rendah dibanding dengan rumput pada umur yang sama, tetapi kandungan
NDF legum maupun rumput akan meningkat dengan meningkatnya umur (Rayburn,
1998). Berdasarkan komposisi tersebut, maka daun Gliricidia maculata merupakan sumber protein yang sangat berharga
sebagai pakan dan digunakan sebagai suplemen hijauan yang berkualitas rendah (Tangendjaja,
1991).
Menurut Anonim (1999), tanaman Gliricida
maculata merupakan sumber hijauan makanan ternak yang banyak terdapat di
pedesaan dan dapat digunakan untuk menghemat biaya pakan. Tanaman ini belum banyak dimanfaatkan
untuk pakan ternak sebagai sumber protein. Dibandingkan dengan hijauan
kaliandra dan lamtoro, pemberian hijauan Gliricidia
maculata pada ternak sangat
dianjurkan karena mudah dicerna, disukai oleh ternak, dan menambah berat badan.
Daun Gliricidia maculata mengandung protein yang cukup tinggi dan tidak
membahayakan bila diberikan dalam jumlah banyak dan secara terus menerus dalam
jangka waktu yang lama.
Tabel 1. Komposisi
kimia Gliricidia maculata
Komposisi
|
Kandungan
|
Kadar
Air
Kadar
Abu
Kadar
Serat Kasar
Kadar Protein
Kadar Ekstrat Ether
|
7,42%
8,64%
12,45%
24,38%
1,75%
|
(Sumber : Akoso, 1996)
Konsentrat. Konsentrat adalah bahan pakan rendah
serat kasar dan tinggi kandungan nutrien yang lain, dapat dinyatakan pula bahwa
bahan pakan konsentrat adalah setiap bahan pakan yang kandungan serat kasarnya
kurang dari 18% dan TDN nya di atas 60% berdasarkan bahan kering. Berdasarkan
macam nutrien yang terkandung di dalamnya, mata konsentrat dapat dibagi dalam
dua macam, yaitu yang pertama ialah konsentrat sumber energi. Menurut Kamal
(1998), konsentrat sumber energi merupakan pakan kelas 4, yang meliputi bahan
pakan yang mengandung protein kasar kurang dari 20% dan serat kasar <18%
atau dinding sel <35% dalam bahan kering, contohnya : berbagai butir-butiran
sebangsa padi, berbagai dedak, berbagai buah, berbagai umbi, minyak tanaman,
dan lemak hewan.
Menurut Kamal (1998),
konsentrat sumber protein masuk dalam bahan pakan kelas C. Bahan pakan kelas C
ini meliputi berbagai bahan pakan yang mengandung protein kasar lebih dari 20%
dalam bahan kering. Kelas 5 ini ada yang berasal dari hewan dan ada yang dari
tanaman. Contoh : tepung ikan, tepung daging, berbagai biji-bijian sebangsa
kacang-kacangan dan bungkilnya.
Bungkil
Kedelai. Bungkil kedelai merupakan hasil ikutan pembuatan minyak
kedelai. Bungkil kedelai sebagai bahan pakan sumber protein asal tumbuhan belum
dapat digantikan oleh bahan sejenis lainnya. Kandungan protein bungkil kedelai
berkisar antara 44% - 51%. Beragamnya kualitas bungkil kedelai selain
disebabkan oleh perbedaan kualitas kedelai, juga disebabkan oleh macam proses
pengambilan minyak. Bungkil kedelai merupakan bahan pakan sumber dwiguna,
sebagai sumber protein dan energi. Lemak kasar yang terkandung dalam bungkil
kedelai adalah sebesar 5,2% dan serat kasarnya sebesar 7% (Agus, 2007).
Bungkil kacang kedelai
mengandung protein antara 42% hingga 50%. Suatu jumlah yang cukup tinggi,
tetapi bungkil kacang kedelai tidak mengandung asam amino yang imbang, metionin
sebagai pembatas. Walaupun begitu, mecionin sebagai pembatas keseimbangan asam
amino pada bungkil kacang kedelai itu tidak menjadi persoalan, sebab bungkil
kedelai ini bukanlah sumber protein utama, di Indonesia bungkil kacang kedelai
digunakan sebagai pendamping tepung ikan (Rasyaf, 1990).
Penggunaan bungkil kedelai
dalam pakan bisa jadi mencapai 25% untuk unggas atau ikan, tapi kedudukan
bungkil kedelai dalam pakan dapat diganti dengan sumber protein lain (Ampas
kecap 5%, bungkil kapuk
2,5%, dan ampas tahu 10,2%). (Alamsyah, 2005).
Tabel 2. Komposisi kimia bungkil kedelai adalah :
Komposisi
|
Kandungan
|
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Serat
kasar
Kadar
Ekstrat Ether
Kadar
protein Kasar
ETN
|
14%
6,7 %
5,1 %
1,3 %
51,8%
35,3 %
|
(Sumber : Hartadi et al 1991)
Pollard.
Pollard merupakan hasil ikutan dari pembuaian
gandum. Pollard merupakan salah satu
konsentrat sebagai sumber karbohidrat untuk unggas. Pollard sangat disukai ternak baik unggas (ayam) atau ikan, dan
juga merupakan salah satu bahan pakan dengan kandungan protein yang relatif
cukup tinggi yaitu sekitar 13,66%. Sifat fisik dan kimia dari pollard ini setara dengan sifat fisik
dan kimia dedak padi, oleh karena itu pollard
dapat menggantikan posisi dan fungsi dedak padi, oleh karena itu pollard dapat menggantikan posisi dan
fungsi dedak padi. Pemakaian maksimum pollard
dalam pakan ayam atau ikan bisa mencapai 20% (Alamsyah, 2005).
Penggunaan pollard di dalam ransum sering dibatasi
karena mempunyai bobot ringan per unit volume (bulky), namun demikian cukup palacabel bagi semua jenis ternak. Di
samping sebagai sumber energi pollard
juga sebagai sumber vitamin larut air kecuali nasi (Kamal, 1998).
Analisis
Proksimat
Analisis proksimat merupakan dasar analisis kimia dari
pakan, jaringan tubuh, feses ataupun ekskretel
yang diantaranya berguna untuk menentukan estimasi nilai kecernaan dan manfaat
pakan, juga untuk menentukan kadar standar.
Analisis
proksimat dikembangkan dari Weende
Experiment Station Jerman oleh Henneberg dan Stokman pada tahun 1865, yaitu
metode analisis yang menggolongkan komponen yang ada pada makanan. Analisis ini
didasarkan atas komposisi susunan kimia dan kegunaannya (Tillman et al., 1998), yang kemudian disebut
sistem analisis proksimat karena nilai yang diperoleh hanya mendekati nilai
komposisi yang sebenarnya. Sistem analisis proksimat dapat untuk mengetahui 6
macam fraksi, yaitu 1) air, 2) abu, 3) protein kasar, 4) lemak kasar, 5) serat
kasar, 6) ekstrak tanpa nitrogen. Khusus untuk ekstrak tanpa nitrogen nilainya
dapat dicari hanya
berdasarkan perhitungan 100% - jumlah dari kelima fraksi yang lain. Analisis
proksimat merupakan dasar analisis kimia yang dikerjakan setiap hari dari
pakan, jaringan tubuh atau ekskreta yang diantaranya berguna untuk menentukan
estimasi nilai kecernaan dan manfaat pakan, guna untuk menentukan pakan untuk
semua jenis ternak (Kamal, 1999).
Air.
Air merupakan unsur nutrisi terpenting
dan mutlak dibutuhkan oleh makhluk hidup. Lebih dari 50% berat badan ternak
adalah air. Unsur air mengisi sel-sel tubuh dengan konsentrasi antara 70% -
90%. Air yang dimaksud dalam analisis proksimat adalah semua cairan yang
menguap pada pemanasan selama beberapa waktu pada suhu 100-105°C dengan tekanan
udara bebas. Peran penting unsur nutrisi air adalah sebagai bahan pelarut,
sebagai media transportasi sisa-sisa metabolisme dan sebagai pengatur
temperatur tubuh.
Berdasarkan
sumbernya air dapat diperoleh ternak melalui pakan yang dikonsumsinya dan dalam
bentuk air minum. Jumlah air yang dibutuhkan ternak tergantung pada jenis
ternak, temperatur lingkungan, jumlah konsumsi pakan, jenis dan macam pakan,
kelembapan udara, dan tingkat produksi ternak (Kartadisastra, H.R. 1997).
Kebutuhan cairan bagi tubuh sapi dapat terpenuhi melalui air minum dan pakan
hijauan atau rumput. Bahan pakan ini kandungan airnya dapat mencapai 50% - 85%.
Pakan dari biji-bijian juga mengandung air walaupun jumlahnya sangat kecil.
Maka sapi harus diberi minum sampai dengan 45 liter per hari (Akoso, B.T.
1996).
Air
adalah zat makanan yang paling sederhana, namun adalah yang paling sukar
penentuannya dalam analisis proksimat. Penentuan kadar air dilakukan dengan
pemanasan 105°C secara terus menerus sampai sampel bahan beratnya tidak berubah
lagi (konstan). Namun, untuk produk-produk biologik, bila dipanaskan dengan
temperatur melebihi 70°C, akan kehilangan zat-zat volatil (zat-zat yang mudah
menguap). Sehingga, untuk penentuan kadar yang tepat, pemanasan dengan
temperatur yang lebih rendah dan dengan menggunakan desilator yang dapat
divakumkan. Tetapi karena alat ini sangat terbatas kapasitasnya, sampel yang
dapat dianalisa juga terbatas. Untuk alasan ini, laboratorium tetap menggunakan
temperatur tinggi. Pentingnya air dalam menentukan nilai makanan adalah
pengaruhnya terhadap komposisi makanan karena sifat pengencer air tersebut,
yang dapat dilihat pada Tabel 3.6 (Hartadi, et., al 2005)
Cara
mendapatkan kadar air atau persen air yakni sampel bahan pakan ditimbang,
diletakkan dalam cawan khusus dan dipanaskan dalam oven 105-110 oC.
Pemanasan berjalan hingga sampel tetap bobot atau beratnya. Setelah pemanasan
tersebut, sampel makanan disebut sampel bahan kering dan pengurangannya dengan
sampel bahan pakan tadi disebut persen air atau kadar air (Tilman,1991).
Tabel 3.6. Perbandingan
kadar zat-zat makanan dan kalori beberapa bahan makanan atas dasar “as fed”
Bahan Makanan
|
Air
(%)
|
Protein
Asfeed (%)
|
BK (%)
|
Energi
termetabolisme
|
|
Asfeed (Kcal/kg)
|
BK
(Kcal/kg)
|
||||
Padi (dedak padi)
Jagung (biji)
Rumput gajah
Kacang amstadium berbunga
Ketela pohon (umbi)
Ketela rambat (umbi)
|
86,0
86,0
15,7
30,0
30,0
27,5
|
11,9
8,9
1,8
4,4
1,0
1,2
|
13,8
10,4
11,4
14,6
3,2
4,4
|
1,74
2,69
0,30
0,65
0,79
0,90
|
2,03
3,13
1,89
2,23
2,64
3,08
|
Abu.
Abu
adalah sisa pembakaran sempurna dari suatu bahan yang dibakar pada suhu
550-600°C selama beberapa waktu sehingga senyawa organiknya akan keluar. Abu
terdiri dari campuran berbagai oksida mineral sesuai dengan macam mineral dalam
bahan pakan serta mineral tersebut dapat berasal dari senyawa organik misal:
fosfor oksida, yang berasal dari protein Komponen abu pada analisis proksimat
tidak memberikan nilai makanan yang penting. Jumlah abu dalam bahan makanan
hanya penting untuk menentukan perhitungan BETN. Kenyataannya, kombinasi
unsur-unsur mineral dalam bahan makanan berasal dari tanaman sangat bervariasi
sehingga nilai abu tidak dapat dipakai sebagai indeks untuk menentukan jumlah
unsur mineral tertentu atau kombinasi unsur-unsur yang penting. Pada bahan
makanan yang berasal dari hewan, kadar abu berguna sebagai indeks untuk kadar
kalsium dan fosfor. Dengan diketahuinya kadar abu, masih diperlukan analisis
lebih lanjut untuk memisahkan 17 unsur penting yang diperlukan ilmu makanan. (Akoso,
B.T. 1996).
Protein Kasar.
Protein
terutama terdiri atas asam amino penting yang merupakan kebutuhan dasar untuk
semua proses kehidupan. Protein mengandung unsur C, H, O, N. beberapa protein
juga mengandung sulfur, fosfat dan zat besi. Di dalam tubuh, protein
dipergunakan hewan untuk membangun semua bagian lunak tubuh serta untuk
pembentukan berbagai hormon dan enzim (Akoso, B.T. 1996).
Berdasarkan
sumbernya, protein ada 2 yaitu golongan protein yang berasal dari tanaman
(dikenal dengan istilah protein nabati) dan protein yang berasal dari hewan
(dikenal dengan istilah protein hewani). Kedua golongan protein tersebut di
dalam alat pencernaan ternak ruminansia (rumen) dihidrolisis oleh bakteri rumen
menjadi asam amino yang selanjutnya menglami perubahan menjadi asam organik,
amoia dan CO2. Amonia akan digunakan bakteri dalam mensisntesis
protein mikrobia yang kemudian dicerna oleh ternak ruminansia di dalam perut
yang sebenarnya, yaitu abomasum (Kartadisastra, H.R. 1997). Kebutuhan protein
dalam pakan dapat dicukupi dengan memberi leguminasa. Sumber pakan yang
mengandung protein adalah leguminosa, daun turi, lamtorogung, biji-bijian
kedelai, bungkil dan kacang tanah (Akoso, B.T. 1996).
Semua
protein tanaman dan hewan terdiri dari beberapa asam amino yang merupakan
satuan penyusun protein tubuh. Dengan alasan inilah, maka kebutuhan tubuh
adalah asam amino dan bukan protein. Bila asam amino yang termakan berlebihan,
dan melebihi kebutuhan, maka kelebihannya akan di-deaminasi dan sisa non-nitrogennya dapat dijadikan cadangan
energi. Grup amino yang ada dibentuk oleh hati menjadi urea, NH2 –
CO – NH2, yang dikeluarkan dari tubuh melalui ginjal bersama-sama
kemih. Urea adalah suatu produk yang teroksidasi tak sempurna yang masih
mengandung energi kira-kira 5,50 Kcal/gram bahan kering. Bila digunakan untuk
sumber energi, maka kira-kira 1,25 Kcal dari energi dikeluarkan sebagai urea
dari tiap unit protein, meninggalkan 4,25 Kcal/gram bahan kering di dalam
tubuh. Dari angka 4,25 ini selanjutnya berkurang menjadi 4,0 Kcal/gram karena
tidak sempurnanya diganti protein dalam saluran pencernaan.
Serat Kasar.
Serat
kasar menurut analisis proksimat adalah semua senyawa organik yang tidak larut
dalam perebusan dengan larutan H2SO4 1,25% dan perebusan
dengan larutan NaOH 1,25% selama 30 menit. Dalam perebusan senyawa organik akan
larut kecuali serat kasar dengan berbagai campurannya. Yang ternasuk dalam
serat kasar adalah hemisellulosa, pentosan, lignin dan cutine (Akoso, B.T.
1996). Sampel yang telah
bebas lemak dan telah disaring dipakai untuk mendapatkan serat kasar. Sampel
bila ditambah 1,25% larutan asam sulfat dan dipanaskan ± 30 menit, kemudian
residu disaring. Endapan yang didapat ditambah 1,25% larutan NaOH dan
dipanaskan 30 menit kemudian disaring. Endapan yang didapat dicuci, dikeringkan
dan ditimbang, lalu dibakar dan abunya ditimbang. Perbedaan antara berat
endapan sebelum dibakar dan berat abu disebut serat kasar (Tillman et al., 1998).
Serat kasar berfungsi
sebagai sumber energi bagi mikroorganisme dalam lambung ternak ruminansia dan
sebagai bulky (pengenyang) serta
meningkatkan gerak peristaltik saluran pencernaan (Lubis, 1992).
Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan
hemisellilosa terdapat dalam struktur daun dan kayu dari semua bagian tanaman
dan juga dalm biji tanaman tetentu. Selulosa dan hemiselulosa dapat
dihidrolisis oleh mikroorganisme rumen pada ternak ruminansia menjadi VFA (Volatile Fatty Acid), gas metan (CH4),
dan karbondioksida (CO2) serta melepaskan energi pada ternak
ruminansia. Sedangkan lignin adalah bagian yang mengayu dari tanaman mengandung
substansi kompleks yang tidak dapat dicerna (Tillman et al, 1998).
Tabel 3.4. Beberapa
contoh kandungan serat kasar dari makanan ternak.
Klas dari Bahan
Makanan
|
Kandungan serat
kasar
|
|
Asfeed (%)
|
Bahan Kering (%)
|
|
Klas 1,2,3 – Hijauan
Leguminosa:
- Muda
- Masak
- Jerami
(Rumput-rumputan):
- Muda
- Masak
- Jerami
Klas 4 – Makanan Sumber Energi
- Biji-bijian
- Hasil samping / sisa biji-bijian
- Umbi-umbian
- Buah-buahan
- Testes
Klas 5 – Makanan Sumber Protein
- Protein hewani
- Protein ikan
- Protein unggas
- Protein nabati:
Lemak penuh
Ekstraksi solven
|
3,3 – 6,1
9,6 – 16,6
11,6 – 12,0
5,1 – 9,3
9,1 – 11,8
31,7
1,2 – 8,9
4,3 – 23,9
0,6 – 1,5
1,4 – 5,5
0
0,0 – 1,9
0,0 – 13,6
0,0 – 1,5
2,4 – 2,6
3,0 – 25,1
|
13,2 – 30,2
35,5 – 39,6
39,9 – 40,2
30,8 – 34,5
27,9 – 42,3
35,7
1,4 – 10,4
5,0 – 27,8
2,5 – 6,0
9,2 – 17,9
0
0,0 – 2,3
0,0 – 15,3
0,0 – 1,7
2,8 – 23,9
3,4 – 27,7
|
Lemak Kasar.
Lemak
kasar adalah campuran beberapa senyawa yang larut di dalam pelarut lemak (eter,
petroleum, bezen, alkohol 100%). Lemak di dalam tubuh ternak berfungsi sebagai
penghasil asam-asam lemak dan energi. Unsur nutrisi ini dicerna menjadi
asam-asam lemak dan gliserol yang sebagian diubah menjadi energi, sedang yang lainnya
disimpan sebagai lemak tubuh yang akhirnya akan menghasilkan asam amino
nonessensial (Kartadisatra, H.R. 1997). Lemak yang berasal dari pakan diubah
menjadi pati dan gula, yang seterusnya dioksidasikan menjadi energi dan
sebagian disimpan di dalam sel sebagai cadangan. Lemak yang tidak dipakai
disimpan di bawah kulit, ponok, sekitar pinggang, selaput usus dan di otot.
Biji kapok, kacang tanah dan isi bunga matahari mengandung banyak lemak yaitu
sekitar 20% - 40% (Akoso, B.T. 1996).
Istilah
ekstrak eter dipakai untuk senyawa yang diperoleh dari ekstraksi bahan makanan
dengan menggunakan pelarut lemak, yang biasanya adalah eter. Beberapa pengarang
menyebutkan bahwa ekstrak eter adalah lemak atau lipida dan istilah ekstrak
eter umum dipakai, yang dapat membingungkan. Yang dimaksud ekstrak eter
sekarang adalah zat yang mengandung senyawa yang larut dalam eter, termasuk
lipida dan zat yang tidak mengandung asam lemak. Ekstrak eter dalam bahan
makanan ternak yang berasal dari hewan biasanya terdiri dari gliserol dan tiga
asam lemak, yang biasa disebut lemak. Namun, bahan makanan ternak yang berasal
dari tanaman , sterol, lilin dan berbagai produk seperti vitamin A, vitamin D,
karotin seringkali menyusun sampai lebih dari 50% lemak makanan. Dalam senyawa
non-organik hanya mengandung sedikit energi atau energi yang tak dapat
digunakan, kandungan energi sebesar 9 Kcal per gram tidak memenuhi kebutuhan,
maka bahan makanan yang mengandung non-gliseride nilai kalorinya kadang-kadang
lebih rendah dari itu.
BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen).
Bahan ekstrak tanpa
nitrogen dalam arti umum adalah sekelompok karbohidrat yang kecernaannya
tinggi, sedangkan dalam analisis proksimat yang dimaksud ekstrak tanpa nitrogen
adalah sekelompok karbohidrat yang mudah larut dalam perebusan dengan larutan H2SO4
1.25 % atau 0.255 N dan perebusan dengan larutan NaOH 1.25 % atau 0.313 N yang
berurutan masing-masing 30 menit (Hartadi et
al., 1999).
BETN
berisi zat-zat mono, tri, di dan polisakarida terutama pati dan kesemuanya
larut dalam asam dan basa dalam analisis serat kasar dan mempunyai daya cerna
tinggi. Pada serat kasar misalnya kandungan BETN dihitung dari total energi
(Akoso, B.T. 1996). Ekstrak
tanpa nitrogen mengandung mono-, di-, tri- dan tetra-sakarida ditambah pati dan
beberapa bahan zat yang termasuk hemiselulosa. Karena kadar ETN adalah 100%
dikurangi dari presentase dari kadar air, abu, protein, lemak, dan serat kasar, maka nilainya tidak
tepat dan dapat berubah. Namun, kesalahan-kesalahan tidak begitu
mengkhawatirkan pada analisa-analisa yang telah rutin dikerjakan, terutama
karena selulosa dan pati adalah komponen utama bahan makanan dan tidak
memisahkan zat-zat ini (Hartadi et al., 1999).
BAB
III
MATERI
DAN METODE
Materi
Penentuan
Kadar Air
Alat.
Alat yang digunakan adalah
gelas timbang (vochdoos), desikator,
tang penjepit, oven pengering (105 - 110° C) dan timbangan analitik.
Bahan. Bahan yang digunakan yaitu
Gliricidia maculata, bungkil kedelai,
pollard, konsentrat.
Metode
Penentuan
Kadar Air
Gelas
timbang yang sudah bersih bersama tutup yang dilepas dikeringkan dalam oven
pengering pada suhu 105 - 110° C selama 1 jam. Lalu gelas timbang beserta
tutup yang dilepas tersebut didinginkan dalam desikator selama ½ jam, bila
sudah dingin ditimbang (X gram). Cuplikan bahan ditimbang seberat ±1 gram (Y
gram), dimasukkan ke dalam gelas timbang. Gelas timbang yang berisi cuplikan
ditimbang dalam keadaan dingin dan tertutup sampai diperoleh bobot yang tetap
(Z gram).
Perhitungan untuk mendapatkan kadar air adalah sebagai berikut.
Kadar air = x 100 %
X = bobot gelas
timbang (vochdoos)
Y= bobot sampel rumput sudan
Z= bobot vochdoos + cuplikan setelah oven
105-1100C
Kadar bahan
kering (BK) = 100 %- kadar air
Penetapan Kadar Abu
Prinsip kerja dari analisis abu adalah suatu bahan pakan apabila dibakar
pada suhu 550-6000C selama beberapa waktu maka semua zat organiknya
akan terbakar semua menghasilkan oksida yang menguap yaitu berupa CO2, H2O
dan gas-gas lain, sedang yang tertinggal tidak menguap adalah oksida mineral
atau yang disebut abu.
Sebelum analisis kadar abu, silika disk yang telah bersih dikeringkan dulu
dalam oven 105-1100 selama 1
jam kemudian didinginkan dalam desikator selama 0,5 jam lalu ditimbang (X
gram). Cuplikan tepung rumput sudan ditimbang sebanyak 1 gram (Y gram), lalu
dimasukkan dalam silika disk. Silika
disk tadi lalu dimasukkan ke dalam tanur 550-6000C selama 3
jam hingga cuplikan berwarna putih semuanya, setelah 3 jam suhu tanur
diturunkan sampai 1200C lalu silika disk dikeluarkan dari tanur dan
didinginkan dalam desikator selama 1 jam. Silika disk dan cuplikan ditimbang (Z
gram), lalu dihitung kadar abu dengan rumus sebagai berikut.
Kadar abu = x 100 %
X = bobot silika disk
Y = bobot sampel sebelum tanur
Z = bobot sampel + silika disk setelah tanur
Penetapan Kadar
Protein Kasar
Prinsip kerja analisis kadar protein kasar (PK) adalah asam sulfat
dengan katalisator CuSO4 dan K2SO4 dapat
memecah ikatan N organik menjadi (NH4)2SO4
dalam suasana basa akan melepaskan NH3 kemudian dititrasi dengan HCl
0,1 N. Tahap analisis ini ada 3 yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.
Destruksi dilakukan untuk melepaskan N organik sampel dengan adanya
penambahan H2SO4. Cara kerjanya adalah cuplikan rumput
sudan dalam bahan kering ditimbang 1 gram (Z gram), cuplikan dimasukkan dalam
labu kjeldahl yang telah bersih dan kering, kemudian ditambah 2 gram K2SO4,
1 gram CuSO4, 3 butir batu
didih dan 25 ml H2SO4 pekat. Destruksi dilakukan dengan
alat destruksi dengan urutan : kipas
dihidupkan terlebih dahulu kemudian pemanas dihidupkan mulai dari api kecil
kemudian sedikit demi sedikit dibesarkan (skala 4-5). Setelah larutan menghitam
(rata), labu diputar-putar hingga jernih. Destruksi dihentikan setelah warna
jernih berlangsung selama 1 jam pemanas dimatikan.
Setelah destruksi dilakukan destilasi yang bertujuan melepaskan NH3
yang kemudian ditangkap oleh H3BO3, cara kerjanya yaitu
hasil destruksi diencerkan dengan air sampai homogen. Erlenmeyer 650 ml yang berisi 50 ml H3BO3
0,1 N + 100 ml air dan 3 tetes indikator mix. Penampung dan labu kjeldahl
dipasang pada alat destilasi kemudian pendingin dialirkan (suhu pendingin
maksimum 800F). Ke dalam labu kjeldahl ditambahkan Zn logam 2 butir
dan 75 ml NaOH 50 %. Penambahan NaOH
harus melalui dinding. Pemanas dinyalakan dari api kecil, maksimum pada
skala 4. destilasi berakhir setelah volume penampang mencapai 200 ml dengan
jalan mengambil penampang pemanas dimatikan. Penampang digeser atau diturunkan
sedemikian rupa sehingga air panci masuk ke dalam labu penampung. Blanko
dibuat dengan menggunakan cuplikan yang berupa H2O dan didestilasi
seperti cara diatas. Berturut-turut, pemanas dan pendingin dimatikan. Setelah
destilasi, dilakukan titrasi untuk mengetahui jumlah N terdestilasi. Caranya
yaitu hasil destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N. Kemudian kadar protein kasar
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Kadar protein kasar = x 100 %
X = jumlah titrasi sampel (ml)
Y = jumlah titrasi blanko (ml)
N = Normalitas HCl
Z = bobot sampel
Penetapan Kadar Serat
Kasar
Prinsip kerja dari analisis serat kasar ini adalah semua senyawa organik
kecuali serat kasar (SK) akan larut bila direbus dalam H2SO4
1,25 % (0,255 N) dan NaOH 1,25 % (0,313 N) yang berurutan masing-masing selama
30 menit. Bahan organik yang tertinggal disaring dengan crucible yang telah
dilapisi dengan glass wool. Hilangnya bobot setelah dibakar 550-6000C
adalah serat kasar. Cara kerjanya sebagai berikut cuplikan rumput sudan
sebanyak 1 gram (X gram) dimasukkan dalam beaker glass 600 ml, lalu ditambahkan
200 ml H2SO4 1,25 % (0,255 N) kemudian dipanaskan hingga
mendidih selama 30 menit. Waktu 30 menit dihitung saat larutan mulai mendidih.
Setelah 30 menit, larutan disaring dengan saringan linen dan dibantu dengan
pompa vacum. Hasil saringan (residu) dimasukkan ke dalam beaker glass lalu
ditambah 200 ml NaOH 1,25 % (0,313 N) dan dididihkan kembali 30 menit. Larutan
disaring lagi dengan menggunakan crucible yang telah dilapisi dengan glass wool
dan dibantu dengan pompa vacum. Sisa larutan dicuci dengan 10 ml ethyl alkohol 95 % dan
dengan air panas. Hasil saringan termasuk serat gelas (glass wool) dimasukkan
pada alat pengering dengan suhu 105-1100C selama 12 jam lalu
dididnginkan dalam desikator selama 1 jam. Setelah dingin, crucible beserta
isinya ditanur pada suhu 550-600 0C sampai berwarna putih seluruhnya
(bebas karbon). Hasil pembakaran didinginkan dalam desikator selama 1 jam lalu ditimbang (Z gram). Kadar
serat kasar dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut.
Kadar serat kasar (SK) = x 100 %
X = bobot sampel awal
Y = bobot sampel setelah oven 105-1100 C
Z = bobot sisa pembakaran tanur 550-6000 C
Penetapan Kadar Lemak
Kasar
Prinsip kerja dalam analisis kadar lemak kasar yaitu lemak dapat
diekstraksi dengan menggunakan ether atau zat pelarut lemak lain menurut
Soxhlet kemudian ether diuapkan dan lemak dapat diketahui bobotnya.
Cara kerjanya yaitu cuplikan bahan ditimbang sekitar 1 gram (X gram) dan
dibungkus dengan kertas saring bebas lemak sebanyak 3 bungkus, masing-masing
bungkusan cuplikan dimasukkan ke dalam oven pengering 105-1100C
selama semalaman, lalu ditimbang bungkusan cuplikan tersebut dalam keadaan
masih panas (Y gram), kemudian bungkusan cuplikan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi
Soxhlet. Labu penampung diisi dengan N-hexana sekitar ½ volume labu penampung, alat ekstraksi juga
diisi sekitar ½ volume dengan N-hexana. Lalu labu penampung dan tabung Soxhlet
dipasang, pendingin dan penangas dihidupkan. Ekstraksi selama sekitar 16 jam
(sampai N-hexana dalam alat ekstraksi berwarna jernih), kemudian pemanas
dimatikan, sampel diambil dan dipanaskan dalam oven pengering 105-1100C
semalaman, setelah itu masukkan dalam desikator selama satu jam lalu ditimbang
(Z gram). Kadar lemak kasar (ekstrak ether) dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut.
Kadar ekstrak ether =x 100 %
X = bobot sampel awal
Y = bobot sampel +kertas saring bebas lemak setelah oven 1050C
(belum ekstraksi)
Z = bobot sampel + kertas saring bebas lemak setelah oven 1050C
(seteleh ekstraksi)
Penetapan Kadar Bahan
Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN)
Kadar BETN ini didapatkan dari rumus
perhitungan sebagai berikut:
ETN = 100 – (% Kadar air + % Kadar abu + %
Kadar SK + % Kadar SK + % Kadar EE)
BAB IV
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Tabel 1. Hasil
Analisis Proksimat Gliricidia maculata
Sampel
|
Bk (%)
|
BO (%)
|
Pk (%)
|
Sk (%)
|
LK(%)
|
ETN (%)
|
Gliricidia maculata I
|
23,749
|
12,4
|
21,137
|
14,154
|
3,98
|
49,519
|
Gliricidia maculata II
|
23,75
|
11,8
|
23,78
|
24,06
|
||
Rata-rata
|
23,75
|
12,1
|
22,46
|
19,11
|
Pembahasan
Penetapan Kadar Air
Penentuan kadar air merupakan hal yang tersulit dalam
analisis proksimat (Tilman, et al.,
1998). Penentuan kadar air dalam analisis proksimat, menggunakan bahan yaitu Gliricidia maculata, dalam keadaan
kering udara (DW). Bahan tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan
suhu 105-110°C selama 1 jam. Menggunakan suhu 105-110°C karena cairan akan
menguappada suhu tersebut. Penentuan bobot bahan kering sangat penting karena
bobot bahan kering akan digunakan sebagai standar bobot untuk penentuan kadar
fraksi lainnya (Kamal, 1994). Dry Weight
(DW) merupakan bahan yang dipanaskan dengan sinar matahari sampai kering dengan
suhu 55 °C, sedangkan Dry Matter (DM)
adalah bahan pakan yang dipanaskan pada suhu 105-110 °C.
Praktikum
pengujian BK dalam Gliricidia
maculata didapat data bahwa kadar bahan kering (BK) dalam Gliricidia maculata adalah 23,75%.
Menurut FAO (2006), bahwa kadar bahan kering dalam Gliricidia maculata adalah 21,9%. Setelah data praktikum
dibandingkan dengan literatur, maka akan didapat perbedaan yang tidak terlalu
banyak. Perbedaan kandungan bahan kering dalam praktikum dengan literatur
dikarenakan adanya perbedaan tingkat kesegaran dari bahan sampel dan juga oleh
cuaca di sekitarnya (Kamal, 1994).
Menurut AAk (1983), perbedaan mutu hijauan dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu sifat genetik (pembawaan) yang meliputi jenis indukan,
spesies, sedangkan faktor yang lain adalah faktor lingkungan yang meliputi
keadaan tanah, pengaruh iklim dan perlakuan manusia. Menurut Tillman et.al (1997), kadar air tanaman menurun
dengan makin tuanya umur tanaman dan terutama pada saat biji terbentuk dan
tanaman menjadi masak.
Penetapan Kadar Abu
Penentuan
kadar abu dalam analisis proksimat tidak memberikan nilai makanan yang penting,
jumlah abu dalam bahan makanan hanya penting untuk menentukan perhitungan BETN
(Hartadi, et-al, 1982). Praktikum
pengujian kadar abu menggunakan sampel Gliricidia
maculata dalam keadaan kering udara (DW). Bahan tersebut kemudian ditanur
pada suhu 550-600°C. Hal ini dikarenakan abu akan dihasilkan apabila bahan
dibakar sempurna pada suhu 500-600°C selama 12 jam. Sehingga senyawa organiknya
akan terbakar menjadi CO2 dan H2O dan gas lain yang
menguap, sedang sisanya yang tidak menguap adalah abu (Kamal, 1994).
Praktikum
penentuan kadar abu dengan menggunakan sampel Gliricidia maculata didapat hasil bahwa kadar abu dalam Gliricidia maculata adalah 12,1%.
Menurut FAO (2006), kadar abu dalam Gliricidia
maculata adalah 9,7%. Data apabila dibandingkan akan terlihat perbedaan
yang agak jauh.
Perbedaan
kadar abu antara data praktikum dengan literatur disebabkan karena kombinasi
unsur-unsur mineral dalam bahan makanan berasal dari tanaman sangat bervariasi
sehingga nilai abu tidak dapat dipakai sebagai indeks untuk menentukan jumlah
unsur mineral tertentu atau kombinasi unsur-unsur yang penting (Hartadi et-al, 1982). Menurut Tillman (1997),
kadar mineral atau abu dalam tanaman adalah sangat variabel tergantung spesies
tanaman.
Penetapan Kadar Protein Kasar
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan yakni sampel Gliricidia
maculata sebanyak 0,5 gram yang dibungkus kertas saring bebas lemak,
kemudian didistruksi untuk melepaskan N organik sampel. Selanjutnya didestilasi
untuk melepaskan NH3 yang ditangkap H3BO3
(borax). Setelah kedua proses telah dilakukan kemudian sampel didistalasi untuk
mengetahui jumlah N yang terdistalasi.
Setelah
dihitung kadar protein kasar Gliricidia
maculata diperoleh hasil 14,154% dan 23,79%. Standar Glicirida Gliricidia maculata menurut Hartadi
(1993) adalah 44,6%. Sehingga kadar Gliricidia
maculata pada perhitungan sangatlah rendah. Menurut Kamal (1999) kadar
protein kasar dipengaruhi oleh faktor species, perbedaan umur tanaman, dan
bagian tanaman yang dianalisis. Semakin tua umur tanaman maka kadar protein
kasarnya semakin berkurang. Kadar protein kasar lebih banyak pada bagian daun
daripada bagian batang. Seperti halnya karbohidrat protein kasar adalah nama
kumpulan dan menengahkan lebih dari 20 asam amino.
Kebutuhan
protein dalam pakan dapat dicukupi dengan memberi leguminase, daun turi,
lamtorogung, biji-bijian kedelai, bungkil dan kacang tanah (Akoso, B.T, 1996).
Tanaman Gliricidia maculata merupakan
suatu sumber hijauan makanan ternak yang banyak terdapat di pedesaan dan dapat
digunakan untuk menghemat biaya, tanaman ini belum banyak dimanfaatkan untuk
pakan ternak sebagai sumber protein. Dibandingkan dengan tumbuhan hijauan
kalindra dan lamtoro, pemberian hijauan gamal pada ternak sangat dianjurkan
karena mudah dicerna, disukai oleh ternak dan menambah berat badan. Daun gamal
mengandung protein yang cukup tinggi dan tidak membahayakan bila diberikan
dalam jumlah banyak dan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama
(Anonim, 1999).
Pada
tanaman yang sudah tua protein terlihat pada fraksi yang menyebabkan protein
tersebut tidak dapat dimanfaatkan. Hal ini disebabkan karena Gliricidia maculata telah mengalami
proses pelayuan maka kandungan menjadi berkurang daripada yang masih segar.
Degradasi protein tergantung pada asal mula protein struktur bahan pakan (Soes,
1994).
Penetapan Kadar Serat Kasar
Penetapan
kadar serat kasar dimulai dengan menimbang cuplikan bahan Gliricidia maculata (gamal) sebanyak 0,5 gram kemudian dimasukkan
ke dalam beaker glass 600 ml, ditambahkan 200 ml H2SO4
1,25% kemudian dipanaskan sampai mendidih (30 menit). Penambahan H2SO4
1,25% dimaksudkan agar karbohodrat dan protein terhidrolisis, selain itu juga
bertujuan untuk disesuaikan dengan proses pencernaan di dalam tubuh ternak
monogastrik yaitu pencernaan secara asam yang terjadi di lambung. Kemudian
hasil perebusan disaring menggunakan kain linen dengan menggunakan corong yang
dibantu menggunakan pompa vacum yang sebelumnya dinyalakan pada saat kain linen
dan corong disiapakn, hal ini dimakasudkan agar pori-pori pada kain linen
terbuka sehingga memudahkan dalam penyaringan. Ditambahkan 200 ml NaOH 1,25%
yang dimaksudkan untuk penyabunan lemak serta untuk menyesuaikan proses
penscernaan dalam tubuh ternak (usus). Setelah direbus dan disaring kembali
dengan menggunakan crucibel ditambah kan ethyl alkohol 95% dimaksudkan untuk
menghidrolisis lemak yang kemungkinan masih terkandung dalam serat kasar
kemudian dioven, didesikator dan terakhir dapat ditentukan skadar serat kasar
dengan menggunakan persamaan.
Hasil
yang didapat pada praktikum, serat kasar dalam Gliricidia maculata adalah 21,137% dan 24,04%. Menurut Brewbaker
(1996) serat kasar Gliricidia maculata adalah
13 sampai 30%. Sehingga kadar serat kasar dalam praktikum ini masih
normal atau sesuai dengan literatur. Perbedaan kadar serat kasar dipengaruhi
oleh komposisi kimia Gliricidia maculata bervariasi
sesuai dengan umur, bagian tanaman, musim dan tipe jenis. Semakin dewasa
tanaman maka tingkat protein kasar semakin berkurang dan serat kasarnya semakin
bertambah (Brewbaker. et. al, 1996).
Kondisi serat kasar yang diperoleh dalam praktikum ini adalah dalam keadaan
berat kering karena kadar airnya hilang setelah pengovenan 1050C.
Serat
kasar mengandung selulosa dan beberapa hemislulosa dan polisakarida lain yang
berfungsi sebagai bahan pelindung tanaman. Serat kasar juga mengandung lignin.
Sudah nyata bahwa kadar serat kasar hijauan adalah lebih tinggi dari biji dan
kulit biji yang dipisahkan pada saat penggilingan. Kadar serat kasar tanaman adalah
terendah bila tanaman masih sangat muda dan cenderung naik kadar serat kasarnya
apabila tanaman makin tua. Tanaman tua mengandung serta kasar lebih tinggi bila
dibanding tanaman yang lebih muda. Pada umumnya, kadar serat kasar tanamnan
yang makin tinggi, pencernaan makin lama dan nilai produktifnya makin rendah
(Hartadi et al., 1999).
Berubahnya
umur tanaman menyebabkan berubahnya nilai dan komposisi nutrien dari tanaman
tersebut. Semakin tua umur tanaman akan mengakibatkan turunnya kadar protein dan
karbohidrat struktural akan naik bersamaan dengan kadar lignin tanaman
tertinggi setelah dewasa (Kamal, 1999).
Penetapan Kadar Lemak Kasar
Sebanyak
0,5 gram sampel ditimbang dalam keadaan masih panas setelah dioven 105-1100c
dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan kesalahan dalam pnimbangan karena
sifat lemak yang mudah menguap. Kemudian dimaksukkan dalam sokhlet, diekstraksi
selama 12 jam dengan ditambahkan protelium benzena untuk menghidrolisis lemak.
Selanjutnya dioven 105-1100c,
ditimbang. Lemak kasar adalah campuran beberapa senyawa yang larut di dalam
pelarut lemak (eter, petroleum, bezen, alkohol 100%). Lemak di dalam tubuh
ternak berfungsi sebagai penghasil asam-asam lemak dan energi. Unsur nutrisi
ini dicerna menjadi asam-asam lemak dan gliserol yang sebagian diubah menjadi
energi, sedang yang lainnya disimpan sebagai lemak tubuh yang akhirnya akan
menghasilkan asam amino nonessensial (Kartadisatra, H.R. 1997).
Hasil
lemak kasar yang diperoleh setelah perhitungan adalah 3,98%. Menurut Brewbaker
(1996) lemak kasar dalam Gliricidia
maculata adalah 1,1%. Sehingga kadar lemak kasar yang diperoleh dalam
praktikum ini sangatlah rendah.
Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN)
Dalam praktikum ini
didapat ETN rata-rata adalah 81,166 %
Menurur Hartadi et al., (1999) bahwa Ekstrak
tanpa nitrogen mengandung mono-, di-, tri- dan tetra-sakarida ditambah pati dan
beberapa bahan zat yang termasuk hemiselulosa. Karena kadar ETN adalah 100%
dikurangi dari presentase dari kadar air, abu, protein, lemak, dan serat kasar, maka nilainya tidak
tepat dan dapat berubah. Namun, kesalahan-kesalahan tidak begitu
mengkhawatirkan pada analisa-analisa yang telah rutin dikerjakan, terutama
karena selulosa dan pati adalah komponen utama bahan makanan dan tidak
memisahkan zat-zat ini.
Kesimpulan
Dari
hasil percobaan yang dilakukan dengan analisis proksimat diperoleh kadar fraksi
dalam sampel Gliricidia maculata (dalam
DM/kering mutlak). Sampel Gliricidia
maculata kadar air %, abu %, protein
kasar % , serat kasar %, lemak
kasar %, ETN %. Dengan mengetahui kadar kelima fraksi dari
sampel jagung giling maka dapat disimpulkan bahwa Gliricidia maculata termasuk dalam kelas 5, sebagai bahan pakan sumber protein. Karena
protein kasar yang lebih dari 20% dan serat kasar yang juga kurang dari 18%.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi perbedaan kandungan nutrien dan fraksi yang terdapat dalam
suatu bahan pakan meliputi spesies tanaman, umur tanaman, perbedaan bagian yang
digunakan sebagai sampel dan pemupukan serta kesuburan tanah. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan
kandungan abu adalah umur tanaman, komposisi tanaman, persediaan air dan
pemupukan. Perbedaan kandungan protein kasar dipengaruhi oleh jenis tanaman,
bagian tanaman, lama penyimpanan dan cara penyimpanan. Perbedaan kandungan
serat kasar dipengaruhi dengan meningkatnya umur pemotongan akan terjadi
penurunan materi yang mudah tercerna dan meningkatnya materi yang sulit
tercerna sehingga akan terjadi penurunan kandungan nutrient tanaman dengan
bertambahnya umur tanaman yang disebabkan karena kadar serat tanaman dan
diikuti proses ligninfikasi. Dan perbedaan kandungan nutrien juga dipengaruhi
oleh proses analisis kandungan nutrien pakan tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
AAK. 1983. Hijauan Makanan Ternak Potong,
Kerja, dan Perah, Yogyakarta , Kanisius.
Akoso, BT, 1996. Kesehatan Sapi, Panduan bagi Petugas Teknis, Mahasiswa, Penyuluh dan
Peternak, Jakarta ,
Kanisius.
Alamsyah. Rizal, Ir, MSc. 2005. Pengolahan Pakan Ayam dan Ikan secara
Mandiri. Jakarta .
Penebar Swadaya.
Ali Agus. 2007. Membuat Pakan Ternak
Secara Mandiri. Yogyakarta . PT. Cicra Aji Perama.
Brewbaker, J.,
P.cheeke, N. Glover, C. Hughses, D. Kass, M. Kass, B. Scibert, J. stewart, S. Sumberg and F.
Wiersum.1996.Glicirida : Produksi dan
Manfaat (diterjemahkan oleh Emmanuel Keffi). Asia Pasific Agroforesty
Network Secretariat, Bogor .
Hari Hartadi,
S.reksohadiprojo, AD.Tillman. 1997.1999. Komposisi Pakan untuk Indonesia .
Cetakan keempat. Gadjah
Mada University
Press. Yogyakarta
Kamal,Muhammad.1991,1998,1999.
Nutrisi Ternak Dasar. Laboratorium
Makanan Ternak Jurusan nutrisi dan Makanan ternak Fakultas Peteranakan
UGM.Yogyakarta
Kartadisastra. H.R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak
Ruminansia. Yogyakarta . Kanisius.
Lubis,
D.A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan,
Jakarta.
M. Rasyaf, DR, Ir. 1994. Makanan Ayam
Broiler. Yogyakarta . Kanisius.
R. Anggorodi, Prof. Dr, 1985. Kemajuan
Mutakhir Dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. Jakarta UI Press.
Soedomo
Reksohadiprojo,Drh,M.Sc. 1985. Produksi
Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. BPRE. Yogyakarta
Tillman.D.A, hari
hartadi, Soedomo Reksohadiprojo, Soeharto Prawirokusumo dan Soekanto
Lebdosoekojo. 1991,1998. Ilmu Makanan
Ternak Dasar. Gadjah
Mada University
Press. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta .
www.FAO.org
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Perhitungan hasil analisis proksimat
Sampel : Glicirida maculata
Kelompok VII
1.
Kadar Air
Kadar Air =
Keterangan : x = bobot vochdoos
y
= bobot cuplikan bahan
z = bobot
vochdoos + cuplikan setelah dioven
(105
- 110°C)
Kadar bahan kering = 100% - kadar air
Gliricidia maculata (Kelompok
VII)
Bobot vochdoos :
14,874 g
Bobot sample : 1,0058 g
Bobot vochdoos + sample :
15,8798 g
Bobot vochdoos + sample (oven 1050C) : 15,780 g
Kadar Air = 15,8798 – 15,780 x 100%
1,0058
= 9,92 %
BK total atau DM total = 100% - 9,92 %
= 90,078
%
Gliricidia maculata (Kelompok
XII)
Bobot vochdoos :
14,2160 g
Bobot sample : 1,0020 g
Bobot vochdoos + sample :
15,2180 g
Bobot vochdoos + sample (oven 1050C) : 15,1180 g
Kadar Air = 15,2180 – 15,1180
x 100%
1,0020
= 9,98 %
BK total atau DM total = 100% - 9,98 %
= 90,02
%
2. Kadar Abu
Kadar Abu =
Keterangan : x = bobot silica disk
kosong
y
= bobot sampel sebelum ditanur
z
= bobot sampel + silica disk setelah
ditanur
Gliricidia maculata (Kelompok
VII)
Bobot
silica disk : 14,8740 gr
Bobot sample : 1,0058
gr
Bobot silica disk + sample : 15,8798gr
Bobot silica disk + sample (tanur) : 14,976 gr
Kadar Abu = 14,976 – 14,8740 x 100 %
0,906
= 11,2 %
Gliricidia maculata (Kelompok
XII)
Bobot
silica disk : 14,2160 gr
Bobot sample : 1,0020
gr
Bobot silica disk + sample : 15,2180gr
Bobot silica disk + sample (tanur) : 14,3222 gr
Kadar Abu = 14,3222 – 14,2160 x 100 %
0,902
= 11,7 %
3. Kadar Serat Kasar
Kadar serat kasar =
Keterangan : x = bobot sampel setelah dioven 105°C
y = bobot
sampel awal
z = bobot sisa pembakaran 550
- 600°C
Gliricidia maculata (Kelompok
VII)
Bobot
sample :
1,0020 gr
Bobot sample+crucible+glasswool(oven1050C) : 21,3504 gr
Bobot sample+crucible+glasswool(tanur5500C) : 21,1596 gr
Kadar Serat Kasar = 21,3504 – 21,1596 x 100 %
1,0058
=
18,96 %
Dalam DM =
=
=
21,048 %
Gliricidia maculata (Kelompok
XII)
Bobot
sample :
1,0013 gr
Bobot sample+crucible+glasswool(oven1050C) : 22,4032 gr
Bobot sample+crucible+glasswool(tanur5500C) : 22,1863 gr
Kadar Serat Kasar = 22,4032 – 22,1863 x 100 %
1,0020
=
21,64 %
Dalam DM =
=
=
24,04 %
4. Kadar Protein
Kasar
Kadar protein kasar =
Keterangan : x = jumlah titrasi sampel (ml)
y = jumlah titrasi blanko
(ml)
N = normalitas HCl
Gliricidia
maculata (Kelompok VII)
Bobot sample :
0,5008 gr
Volume
titrasi blanko :
0,3 gr
Volume
titrasi sample :
7,6gr
Kadar
protein kasar =
= 12,75 %
Dalam
DM =
=
= 14,154%
Gliricidia
maculata (Kelompok XII)
Bobot sample :
0,5067 gr
Volume
titrasi blanko :
0,3 gr
Volume
titrasi sample :
12,7gr
Kadar
protein kasar =
= 21,41 %
Dalam
DM =
=
= 23,78%
5. Kadar Lemak Kasar
Kadar lemak kasar
=
Keterangan
: x =
bobot sampel awal
y
= bobot
sampel + kertas saring bebas lemak setelah oven 105°C
(sebelum diekstraksi).
z
= bobot
sampel + kertas saring bebas lemak setelah oven 105°C
(setelah diekstraksi)
Gliricidia
maculata (Kelompok VII)
I. Bobot kertas saring : 0,4726 gr
Berat sample : 1,0086 gr
Bobot
kertas saring+sample :
1,4812 gr
Bobot
kertas saring+sample (oven 1050C) :
1,3328 gr
sebelum
ekstraksi
Bobot
kertas saring+sample (oven 1050C) :
1,2947 gr
setelah
ekstraksi
Kadar
lemak kasar 1 =
=
3,77%
II. Bobot kertas saring : 0,4788 gr
Berat sample : 1,0002 gr
Bobot
kertas saring+sample :
1,4790 gr
Bobot
kertas saring+sample (oven 1050C) :
1,3286 gr
sebelum
ekstraksi
Bobot
kertas saring+sample (oven 1050C) :
1,2952 gr
setelah
ekstraksi
Kadar
lemak kasar 2 =
=
3,339 %
III. Bobot kertas saring : 0,3659 gr
Berat sample : 1,0028 gr
Bobot
kertas saring+sample :
1,3687 gr
Bobot
kertas saring+sample (oven 1050C) :
1,2052 gr
sebelum
ekstraksi
Bobot
kertas saring+sample (oven 1050C) :
1,2486 gr
setelah
ekstraksi
Kadar
ekstrak eter :
3,649 %
Kadar
lemak kasar 3 =
=
3,649 %
Kadar
Ekstrak eter rata-rata =
=
3,586%
Dalam DM =
=
=
3,98 %
6. Kadar ETN
Kadar ETN (DM) =100% - (% abu + % protein kasar + % lemak kasar + % serat kasar)
Gliricidia
maculata (Kelompok VII)
ETN = 100%
- (11,2 % + 14,154 % + 3,980 % + 21,048 %)
=
49,618 %
Harrah's Cherokee Casino Resort: Employee Directory - GMC
BalasHapusFind 바카라 몬 out 해외축구스코어 what 먹튀검증사이트 works well at Harrah's Cherokee Casino Resort from Goyang County, NC. Casino Hotel - 바카라사이트쿠폰 Cherokee Center 도박사이트 for Tourism.